sumber gambar: canva.com |
Kujejalkan potret yang berisi beragam momen. Kusuguhkan suasana yang nyaman dengan rapinya ruangan. Kuundang hal manis tuk mempercantik pojok ingatan. Namun, semua itu masih saja belum cukup menghidupkan nyala nyawa dalam tulisan.
Bak menaiki mesin waktu, kubawa diri ke titik dimana ia sedang di posisi yang baik. Kusarankan ia tuk menyerap energi positif sebanyak-banyaknya. Tapi tetap saja, ia masih enggan diajak kerja sama.
"Kerja sama semacam apa?" Ia berkata sudah selayaknya kami menyatu saja. Kerja sama hanya dilakukan oleh elemen berbeda. Kupikir, benar juga.
Setelah itu, ia kembali duduk termenung di ujung sana. Menyepi, bersahabat dengan angin yang lewat. Sepintas seperti tak ada kerjaan, sesekali menjatuhbangunkan daun kering yang hampir kehilangan bentuk aslinya.
Tak berapa lama, ia menoleh serta berekspresi seolah bertanya-tanya. Tentu saja aku terbangun dan beralih posisi. Dekat, semakin mendekat, tak disangka ayunan langkahnya semakin jelas di depan mata.
Kutanya, "apa aku mengganggumu?" Ia bergeming, lalu memandangku lekat-lekat. Wajahnya pucat, bibirnya hampir kehilangan merah, tangan gontainya mencoba meraih tubuhku yang gemetaran. "Ingatlah, aku adalah kamu. Lihatlah keadaanku! Masih mau di titik itu?"
Wah, benar-benar tulisan yang membuat berfikir mendalam ini. Walau baca kedua kalinya pun masih menjadi sebuah misteri bagiku.
BalasHapusSantai aja bacanya, gak sedalam itu kok hehe
HapusVisualisasiin aja, tar juga ketemu ^^
BalasHapusBentaaar... Aku mikir dulu 😄
Heuleuh seabstrak itu. Sebetulnya itu tuuu dialog antara aku dengan "diri."
HapusBisa dikatakan antara raga dan jiwa hehe.
Heuleuh seabstrak itu. Sebetulnya itu tuuu dialog antara aku dengan "diri."
HapusBisa dikatakan antara raga dan jiwa hehe.
Heuleuh seabstrak itu. Sebetulnya itu tuuu dialog antara aku dengan "diri."
HapusBisa dikatakan antara raga dan jiwa hehe.