disuduthari header

Takut? Semua Orang Punya!

18 komentar

Di serentetan perjalanan manusia, segala rasa hilir mudik seperti mencari perhatian saja. Kita tahu bersama, bukan namanya hidup jika terus bahagia, bukan pula namanya hidup jika terus-terusan terluka. Semua punya timelinenya masing-masing. Sebetulnya, tak perlu diambil pusing.

Namun, siapa yang kuat dengan derita? Siapa pula yang ingin berkabung terlalu lama? Semua orang hanya bisa menerima dan berikhtiar sekemampuannya, tanpa menafikan rasa pahitnya. Berupaya untuk sabar dan ikhlas demi ridha-Nya. 


'Takut'

Kata ini sungguh tak enak disebut. Tapi apa daya, kita semua pernah bertemu atau bahkan sedang ditemaninya. Penyebab takut pun banyak ragamnya. Ada yang sudah lumrah, ada juga yang anti-mainstream


Kita takut terhadap apa? 

Ada yang takut kesepian, kehilangan, ditinggalkan, ada yang takut mendapat pujian, takut mendapat kritikan, dan takut-takut lainnya. Kalau ditelaah lebih dalam, perasaan yang satu ini muncul dari pengalaman kita juga ya?

Misal, ada yang takut ditinggalkan. Mengapa dia takut ditinggalkan? Mengapa ketakutan itu sukar dihapuskan? Coba deh telusuri lagi sejak kapan rasa takut itu muncul, boleh jadi dari pengalaman pahit masa lalu yang belum reda hingga sekarang. 

Yaps, raga kita sudah ada di 3 Oktober 2020, namun sebagian ingatan kita tertinggal di tahun yang mungkin kita sendiri lupa tepatnya.


"Rasa takut berakar dari luka yang masih menganga."


Ada yang sependapat?

Artinya, selama luka masa lalu itu belum diobati, maka akan berpengaruh pada sikap kita sampai nanti. Diobati di sini, bisa bermakna diselesaikan permasalahannya atau mencari makna dari permasalahannya. 

Rasa takut itu tentu saja tak sepenuhnya salah, dia hadir sebagai alarm bagi tubuh kita agar tak terjatuh di lubang yang sama. Rasa 'takut berlebihan' lah yang seharusnya kita curigai. Kenapa dia ada? sejak kapan dia ada? Bagaimana agar dia pergi?

"Karena sesuatu yang berlebihan, tak elok dipertahankan."

Rasa takut berlebihan akan membuat segala hal di sekeliling kita sebagai ancaman. Tak peduli seberapa stabilnya sesuatu, jika ia tetap ada, ia mencari celah untuk membuyarkan kita. 


'Salfok' (salah fokus)

Bukannya fokus untuk menjaganya, malah fokus pada takut kehilangannya. Bukannya fokus pada mensyukurinya, malah fokus pada kemungkinan-kemungkinan kepergiannya.


Setelah ini bagaimana?

Yuk kita lakukan penelitian mini terhadap diri sendiri. Observasi dulu perasaan berlebihan apa yang menghantui kita. Pikirkan sejak kapan itu ada, lalu kembalilah terlebih dahulu ke masa itu dan lakukan penanganan khusus. Selesaikan masalahnya atau maknai permasahannya. Jika tak reda juga, maka konsultasi dengan ahlinya.


(Mohon maaf jika ada salah-salah kata, tulisan ini hanya sharing dari pengalaman pribadi dan jika ada masukan boleh di kolom komentar)


Thank you...

ultraulfa
kadang nyastra, kadang nyarita~

Related Posts

18 komentar

  1. Bukannya fokus untuk menjaganya, malah fokus pada takut kehilangannya. Bukannya fokus pada mensyukurinya, malah fokus pada kemungkinan-kemungkinan kepergiannya.

    Suka

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih, Kak. Duh part ini mewakili yaaa hehe

      Hapus
  2. Takut itu lumrah kok. Yang nggak boleh adalah ketika kita kalah oleh rasa takut :)

    BalasHapus
  3. Aku Sukaa sekali tulisannyaaaa... Ada sastra nyaaaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waaa aku suka komentarnya, bacanya jadi bernada~

      Hapus
  4. Aku juga pernah takut kak makasih atas tulisannya bagus sekali

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe iya Si Takut emang nggak pandang bulu. Sama-sama... Aamiin, makasih juga yaa

      Hapus
  5. Wah, bakat fiksinya ok nih...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aduh the first dipanggil gini, hehe jadi tersipu♡
      Makasih Kakak

      Hapus
  6. Fokus mejaga, takut kehilangan dan posesif bedanya tipis banget ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yups, banget-banget tipis bedanya. Btw Kakak sedalam itu memaknainya hihi

      Hapus
  7. Seiring bertambahnya usia, ketakutan buat saya malah bertambah banyak.
    Kadang ketika hidup menawarkan banyak opsi, seharusnya saya lebih berani keluar dari comfort zone seperti ketika saya muda. Yang ada, malah sebaliknya .. hmmm

    BalasHapus
    Balasan
    1. Uluuuh iya Kak, di moment tertentu dalam hidup, kita dipertemukan dengan titik itu.

      But, dengan kita terus menjalani apa yang kita yakini, meski masih belepotan, berarti kita berusaha buat keluar dari titik takruan ini. Semangat Kakak, Kita seperjuangan~

      Hapus
  8. terkadang aku malah menikmati rasa ketakutan itu kaka hhehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Uwuuuu mindsetnya the best... Yaps, asal gak over ketakutan emang ada manfaatnya

      Hapus
  9. Bisa tidak ya kita mengelola rasa takut menjadi hal yang positif?

    BalasHapus
  10. Tentu saja... Insyaa Allah dia mengantarkan kita pada sisi yang mungkin tak terlihat kasat mata. Pandai-pandai mengelola emosi intinya~ Semangat terus Kakak

    BalasHapus

Posting Komentar