Tak lama ini, aku dengan tanpa diniatkan menangkap pria paling dekat denganku melemah (meluluh hatinya). Terlepas dari segala gemerlap keindahan visual, Tuhan menghadiahkan kabar luar biasa baik dalam relationship kami.
Aku yang tak pernah merasakan atensi sebesar itu tentu ternganga pada tiap detik yang kami lalui. Ya, tanda positif dengan penuh ia percayai.
Aku bukan tak percaya, aku bukan pula tak mau itu ada. Namun, aku tak ingin kecewa karena terlalu terburu-buru berkata “ya”. Sampai dimana proses itu kami lakukan dan hasilnya muncul dua baru 80% aku percaya. Sisanya ingin kuketahui langsung dari mulut dokter/bidan.
Bukan hanya “ya” saja yang perlu kutahu dengan pasti. Aku pun ingin tahu perkembangan sosok mungil di alam sana. Dengan begitu, aku bisa benar-benar lebih menjaga dan menyadari keberadaanya dan mempersiapan kedatangannya.
Jarak kini kembali ada di antara kami. Aku yang baru kali pertama ditinggal sementara setelah akad suci itu dikumandangkan, tentu saja reflek meneteskan bulir dari mata.
Sungguh, ini bukan perkara bisa menahan atau tidak. Namun, ini perihal kisah masuknya babak baru pada kisah romansa kami.
Hari demi hari berlalu. Benakku masih difokuskan runtutan kewajiwan yang kupilih sebelumnya. Aku terkadang bingung. Di suatu titik, aku menikmatinya. Di suatu titik, aku terbebaninya.
Melakukan hal yang disukai da nada prospek baik kedepannya bukannya tak boleh dilakukan.. Hanya cara melakukannya perlu disikapi dengan matang.
Semisal, menumpuk to do list itu kurang elok. Ia bisa mengikit enjoynya diri. Ia bisa menepis impian sejati.
So, tentu aku sedang berusaha keluar dari jeratan ini. Ya, untuk kali ini diri masik kutoleransi. Namun, di masa selanjutnya ini mesti jadi peringatan dini.
Lebih cepat dikerjakan lebih baik. Mengerjakan dengan kesadaran membuat kita melakukan upaya terbaik.
Jika ada yang tak beres dari ini semua, tentu efeknya akan terasa pada dunia yang mengelilingi kita. Aku belajar banyak. Tak mau terus-terusan terjambak.
Kemarin, ada yang mengirim bunga di pintu jiwa. Ia berbisik hatinya terketuk dengan jejak yang tersisa dariku sebelumnya.
Ia meminta tolong untuk digenggam tangannya, dibawakan tangga ke dekatnya. Sontak, aku pun datang dan ia senang.
Kubilang, aku tak bisa menjanjikan apa yang kau ingin terwujud dengan mudah, aku hanya bisa memperlihatkan padamu apa jalan yang mungkin bisa kamu lewati dengan indah. Indah dengan segala lika-liku nan reward di dalamnya.
Tak perlu menunduk terlalu lama, kataku. Kamu bukan tak mampu, kamu hanya belum tahu. Dan mereka lebih dulu tahu.
Tak mengapa bila pada awalnya kau tak tak tahu arah. Yang paling penting, kau mestilah cari tahu dan jangan puas akan itu.
Terakhir kuucap “kapan-kapan aku mention kamu” (senyum).
Kembali lagi pada bagaimana meluluhkan pria. Jujur, aku bukan pawangnya. Pria yang hadir dihidupku bukan tipikal yang kululuhkan atau kata orang kutaklukkan.
Tidak, ia datang dengan sendirinya atas kuasa Tuhan. Ia mengisi kosongnya diri dan semrawutnya keadaanku waktu itu.
Aku pernah berada di masa tak punya kedekatan spesial dengan siapapun. Semuanya hanya sisa-sisa kenang, yang menyayat karena tak kembali pulang.
Ia yang berhasil membuatku menangis sejadi-jadinya. Ledakan emosi menggelegar saat ia merangkul innerchild dan traumatis yang ada.
Setelahnya, ia sama sekali tak terbawa suasana. Iia memberi pemahaman padaku dan mengukir senyum di wajahku. Bahkan seringai tawa bertamu tiba-tiba. Ajaibnya momen itu.
Posting Komentar
Posting Komentar